Kamis, 12 Maret 2015

Makalh Potensi kecerdasan anak dan kecerdasan majemuk


MAKALAH

POTENSI  KECERDASAN ANAK MELALUI STIMULUS GERAK DAN BERMAIN KREATIF BERBASIS KECERDASAN ANAK

Diajukan Untuk Memenuhi  Tugas Seminar Umum
 










Oleh
NAMA       : YANTI SUGIANTI
NIM           : 8620714150361

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP PANCASAKTI
KELAS BUNISEURI
2015
KATA PENGANTAR



Segala puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa pengayom segenap alam yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dalam penulisan  Makalah ini saya tidak mengalami kendala yang berarti hingga terselesaikannya  Makalah yang saya beri judul “POTENSI  KECERDASAN ANAK MELALUI STIMULUS GERAK DAN BERMAIN KREATIF BERBASIS KECERDASAN ANAK”.
      saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita . Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.


Kawali,  Maret 2015



Penyusun

i
DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah.............................................................................. 1
1.3 Tujuan masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1 Potensi Kecerdasan.......................................................................... 3
2.2 Kecerdasan kinestetik atau cerdas gerak........................................... 7
2.3 Bermain............................................................................................ 7
2.4 Kreativitas........................................................................................ 9
2.5  Bermain dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini................................ 11
2.6 Komputer, Video game dan Alat Permainan Elektronik.................... 12
2.7 multiple Intelegences (Kecerdasan Jamak) ...................................... 14
BAB III penutup.......................................................................................... 21
3.1 Simpulan......................................................................................... 21
3.2 Saran.............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 22





ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bermain adalah hak asasi bagi anak usia dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan kepibadiannya
Di dalam bermain anak memiliki nilai kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan kepuasan dalambermain, yang berarti mengemabngkan dirinya sendiri. Dalam bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran, dan memahami keberanaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi, dan kreativitas.
Dalam kenyataan sekaran ini sering dijumpai bahwa kreativitas anak tanpa disadari telah terpasung di tengah kesibukan orang tua. Namun kegiatan bermain bebas sering menjadi kunci pembuka bagi gudang-gudang bakat kreatif yang dimiliki setiap manusia. Bermain bagi anak berguna untuk menjelajahi dunianya, dan mengembangkan kompetensinya dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak.Fungsi bermain bagi anak usia dini dapat dijadikan intervensi yang jika dilaksanakn dengan tepat, baik dilengkapi dengan alat maupun tanpa alat akan sangat membantu perkembangan sosial, emosional, kognitif, dan afektif pada umumnya, dan mengembangkan daya kreativitas anak.

1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas mengenai ruang linbgkup yang berkaitan dengan potensi kecerdasan anak yangdikaitkandengan stimulus gerak serta bermain kreatif yang berbasis kecerdasan majemuk atau jamak



1.3 Tujuan Makalah
Tujuan makalah kali ini adalah agar para pebdidik PAUD maupun mahasiswa PG PAUD dapat memahami bagaimana potensi kecerdasan anak serta bermain kreatif yang berbasis kecerdassanmajemuk























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Potensi Kecerdasan
Perkembangan kompleksitas respon (baca : cara berpikir logis) seseorang menurut Jean Piaget berkembang secara bertahap berdasarkan usia, usia 0 s/d 2 tahun disebut periode sensori-motor, usia 2 s/d 7 periode pra-operasional dan usia 7 dan seterusnya adalah periode operasional yang dibagai pula menjadi periode operasi konkret (usia 7 s/d 11 tahun) dan periode operasi formal (usia 11 tahun ke atas). Pembagian ini menunjukkan bahwa Piaget dalam pendapatnya cenderung menyatakan anak-anak tidak seperti bejana yang menunggu untuk diisi penuh dengan pengetahuan malah mereka secara aktif membangun pemahaman mereka akan dunia dengan cara berinteraksi dengan dunia (Kathy Silva et.al, Perkembangan Anak; Sebuah Pengantar, Arcan, Jakarta, 1988, hal. 114 s/d 140), sehingganya pada setiap perkembangan seorang anak mampu melakukan berbagai jenis interaksi yang berbeda dan sampai pada pemahaman yang berberbeda pula.
Keadaan berkembang inilah yang harus disikapi dengan cermat mengingat di sana terdapat potensi intrinsik (sekumpulan keadaan kejiwaan dan mental yang masih dini) sebagai landasan suatu kecerdasan (raw material) yang harus difasilitas dan dijaga jangan sampai terkerdilkan oleh imbas lingkungan eksternal si anak termasuk peran orang tua dan keluarga terdekat, sebagaimana yang sering terjadi dimana potensi kecerdasan anak dikerdilkan lantaran orang tua (keluarga) terlebih dahulu mensyaratkan penyaringan atau pemilahan informasi serta determinasi respon atau pola tindak yang mungkin keluar dalam wujud tingkah laku. Biasanya pengkerdilan ini dilakukan orang tua - keluarga dan tidak menutup kemungkinan masyarakat - dengan pendekatan otoritatif melalui paradigma bahwa anak musti tumbuh sebagaimana (nilai-nilai) orang tua mereka inginkan, sehingga bagaimana anak itu nanti sangat tergantung sekali kepada proses identifikasi domestik selama dalam asuhan tanpa memaparkan identitas alternatif  yang lahir dalam diri si anak secara alamiah.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika output yang dihasilkan berada pada dua poros bersebrangan yang pertama, ia tumbuh menjadi seorang yang tidak kreatif dan kedua, tumbuh dalam pemberontakan identitas lama. Kelompok yang pertama sering disimbolkan  sebagai anak yang baik dan penurut kepada orang tua namun sementara itu mereka terkendala dalam kehidupan sosialnya (canggung secara sosial), pada kelompok kedua simbol sosial yang dilekatkan kepada mereka adalah sebagai anak-anak (remaja) yang nakal, tidak penurut, anti kemapanan dan urakan, mereka ini cenderung memiliki kemapuan sosial yang tinggi, kreatif dalam mengekspresikan diri dan senang bereksprerimen dengan nilai serta identitas baru. Bagi mereka asal bukan nilai dan identitas permanen yang ada dalam keluarga kesanalah kecenderungan pilihannya.


Periode sensori – motor ( usia 0 s/d 2 tahun)
Pada awal masa perkembangannya seorang anak dalam hal ini bayi melakukan proses nalar pada tahapnya yang paling primitif yaitu proses mengenal benda melalui respon yang tetap pada benda tersebut seperti contoh bayi mengenal botol susu bukan dalam arti ia mengenali nama benda tersebut, tetapi ia mengenalinya dalam arti memberikan respon yang konstan pada benda itu dengan jalan menghisap. Dalam hal ini Piaget mengatakan bahwa si bayi mempunyai kategori fungsional sederhana, yang berarti ia mempunyai kategori kasar mengenai segala sesuatu yang ia beri reaksi dengan cara yang sama (Kathy Silva et.al, Perkembangan Anak; Sebuah Pengantar, Arcan, Jakarta, 1988, hal. 114 s/d 140).
Dengan kata lain pada periode ini bayi membangun gambaran permanen mengenai dunia melalui gabungan sensasi dan gerak, hal ini terus berlanjut sampai pada usia 2 tahun dimana ia memiliki perbendaharaan efektif dari skema terkoordinasi untuk masuk ke dalam tingkatan praktis yang lahir dari pembelajarannya mengenai objek, waktu, ruang dan sebab-akibat.
Periode pra-operasional (usia 2 s/d 7 tahun)
Fase ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan liguistik anak dimana seorang mulai dapat mengucapkan kata-kata dan mulai berbicara. Skema mental awal yang telah terkoordinasi mengenai apa saja lingkungan eksternalnya ditransformasikan menjadi skema simbolik berupa bahasa. Menurut Piaget cara berpikir anak pada periode pra-operasional bercirikan animisme, egosentrisme dan realisme moral.
Ciri tersebut saling berhubungan satu sama lain kendati nampaknya terpisah namun sebenarnya mirip satu dengan yang lain dimana memperlihatkan ketidakmampuan untuk menghadapi beberapa aspek dari suatu situasi sekaligus dengan kata lain anak dalam periode ini hanya memandang segala sesuatu dari perspektif dirinya saja. Adapun rumusan Piget mengenai animisme adalah ketidakmampuan anak untuk menerapkan suatu pendirian terhadap objek tak bernyawa dan pendirian yang lain terhadap dirinya sendiri, sama halnya dengan realisme moral yang merupakan konsekuensi dari memandang moralitas dari satu sisi saja yang menunjukkan bahwa tujuan tindakan tidaklah diperhitungkan sebagai faktor yang peran terhadap rasa bersalah dan perhatian difokuskan pada realitas akibat fisik dari suatu tindakan - si anak tidak dapat mempertimbangkan tujuan dan kerusakan (akibat tindakan) secara bersamaan. Dan egosentrisme merupakan konsekuensi dari hanya diperhatikannya satu perspektif oleh si anak.
Periode operasional
a.      Periode operasi konkret (usia 7 s/d 11 tahun)
Periode ini merupakan periode penting perkembangan skema intelektual anak dimana kemampuan berpikir logis dan matematis mulai berkembang. Dimulai sejak pertama perkembangan struktur mental awal (disebut skema) yang mendasari kemampuan sensorik dan motorik bayi, kemudian perkembangan kemampuan bahasa memungkinkan seorang anak menghadirkan pengetahuannya secara simbolis dan memahami gagasan mengenai hari kemarin dan esok selanjutnya kemampuan meningkat kepada yang lebih canggih yang mengetengahkan pikiran-pikiran logis yang sehari-hari digunakan.
Peningkatan kemampuan anak pada periode operasi konkret ini dapat diamati dimana anak pertama, memiliki kemampuan dalam menjalankan operasi mental reversibilitas (pembalikan) yaitu terhadap suatu aktifitas anak dapat berfikir dan melakukan aktifitas yang sama dengan prosedur yang dibalik atau berlawanan. Kedua, anak dapat menangani beberapa aspek dari suatu situasi sekaligus, keterampilan kedua ini memungkinkan anak untuk mengamati suatu objek dari sudut pandang orang lain dalam artian anak tidak lagi berpatokan pada satu perspektifnya saja akan tetapi dapat melihat (mengamati) secara lebih menyeluruh – dan dengan demikian mengatasi egosentrisme anak.
Kesimpulannya anak pada periode ini berpikir dengan bercirikan tindakan mental yang memperhitungkan beberapa aspek dari suatu situasi serta keluar dari dirinya sendiri.
b.     Periode operasi formal (usia 11 tahun keatas)
Periode ini dimana anak telah tumbuh menjadi remaja dan dewasa dimana perkembangan pikiran logis dan matematis mendapatkan tempat dan wujudnya yang formal.
Berdasarkan teori perkembangan cara berpikir anak yang disampaikan oleh Piaget dapat dikatakan menerangkan potensi intrinsik seseorang yang berkembang dari wujudnya yang paling primitif hingga memperoleh bentuk penalaran logis dan matematis. Akan lebih menarik lagi untuk dilihat dan ditelaah bagaimana seseorang atau seorang anak melakukan proses pembelajaran.
Bagaimana Anak-anak Belajar ?
Belajar merupakan proses penerimaan, pengelolaan, internalisasi dan aplikasi setiap informasi yang diterima seseorang melalui pengindraan (auditory, visual dan kinesthetic), proses logika (analisa) dan percobaan atau pengalaman, yang mana pada akhirnya membimbing seseorang melakukan penyesuaian perilaku atau berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya. Pembelajaran atau proses belajar setiap individu bersumber dari segala sesuatu yang ada mulai dari lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, media cetak dan eletronik, realita, barang-barang ciptaan (produk artifisial). Secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ; sumber belajar tangan pertama (menunjukan otentisitas dan orisinalitas) dan sumber belajar tangan kedua dimana materi ajar telah melalui pengolahan (Yunanto, Sri Joko, Sumber Belajar Anak Cerdas, Grasindo, Jakarta, 2004, hal 20 s/d 46) .
Bagi setiap individu proses penyesuaian perilaku sejak masa awal kehidupannya amatlah penting untuk hidup itu sendiri. Penyesuaian perilaku itulah dalam wujud ekstrinsiknya berupa kecakapan-kecakapan hidup (life skill) yang lahir sebagai output dari sinergi potensi intriksik berupa kecerdasan (intelegensia) dan faktor lingkungan eksternal.
Sejak masa awal kehidupannya manusia telah melakukan pembelajaran sedemikian rupa dalam bentuknya yang paling sederhana yaitu pembelajaran penyesuaian perilaku, menurut para ahli pembelajaran pada masa kecil (masa pra sekolah) terdiri dari ; pembelajaran instrumental dan pembelajaran behavioral. Sedangkan secara teoritis pembelajaran penemuan (discovery learning) dan pembelajaran berprogram (programmed learning) tumbuh pada masa sekolah.
Pembelajaran instrumental menurut Skinner merupakan pembelajaran yang didorong oleh lingkungan luar yang bersifat pengukuhan dan penghukuman apabila si anak menunjukkan perilaku tertentu. Seperti contoh jika seorang anak belajar makan dengan menggunakan sendok dan membersihkan tempat tidur mereka karena pengukuhan dari orang tua seperti senyuman, pelukan dan gula-gula. Sama halnya ketika mereka berhenti melemparkan makan mereka ke lantai karena ibu memberikan hukum dengan menepuk kakinya.
Dalam tahap pembelajar instrumental ini peran lingkungan menjadi penting dan bahkan menjadi titik fokus output perilaku yang timbul kemudian pada anak -  orang tua, saudara dan guru bertindak sebagai faktor determinan bagi si anak.
Albert Bandura dengan teori pembelajaran observasionalnya mengemukakan proses belajar melalui model prilaku yang dirangsangkan pada anak sebagai contoh perilaku. Kuatnya pembelajaran peniruan (imitasi) ini dapat segera dibuktikan ketika di rumah peran orang tua diamati anak-anak mereka dan memberikan referensi perilaku bagi mereka yang segera mereka tiru, misalnya ayah yang agresif mungkin berhasil menjadi model perilaku yang mirip pada anaknya atau sama halnya dengan peran guru di taman kanak-kanak dimana guru menjadi model yang sangat bermakna untuk pembelajaran observasional selama aktivitas bermain.
Proses peniruan tersebut akan terkukuhkan dan lebih efektif pada saat-saat orang tua dan guru menerapkan hukuman dan pujian bagi perilaku-perilaku yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan kecenderungan yang diinginkan orang tua dan guru. Peran dan pengaruh orang tua dan guru menjadi penting bagi anak sebab mereka merupakan gerbang yang akan mengatarkan mereka kepada kehidupan sosial, selain itu proses imitatif juga terpapar selama anak-anak berada dalam kelompok sebayanya dalam hal ini tentu saja peran kolektif yang dimainkan bersama-sama seolah-olah merupakan hasil sintesa berbagai perilaku awal yang orisinal dimana setelah terjadi interaksi, komunikasi sosial dan transaksi perilaku masing-masing anak memperoleh referensi perilaku baru. 



2.2 Kecerdasan kinestetik atau cerdas gerak
Memuat kemampuan seorang anak untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai pada anak-anak yang unggul dalam bidang olah raga, misalnya bulu tangkis, sepak bola, tenis, renang, basket, dan cabang-cabang olah raga lainnya, atau bisa pula terlihat pada mereka yang unggul dalam menari, bermain sulap, akrobat, dan kemampuan-kemampuan lain yang melibatkan keterampilan gerak tubuh.
2.3 Bermain
Pengertian Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan informasi, memberikan kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak
Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004) mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain menurut Mulyadi (2004), secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan. Terdapat lima pengertian bermain :
  1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak
  2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik
  3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak
  4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak
  5. Memilikii hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya
Banyak konsep dasar yang dapat dipelajari anak memalui aktivitas bemain. Pada usia prasekolah, anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran, dan sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui kegiatan bermain.
Bermain, jika ditinjau dari sumber kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat, yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok, bola, dan sebagainya) dan drama.
2. Tahapan Perkembangan Bermain
Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan dengan jenis kegiatan lainnya.
a. Jean Piaget
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah sebagai berikut:
1) Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
2) Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
3) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11 tahun)
4) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11 tahun keatas)

b. Hurlock
Adapun tahapan perkembangan bermain mrnurut Hurlock adalah sebagai berikut:
1) Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
2) Tahapan Mainan (Toy stage)
3) Tahap Bermain (Play stage)
4) Tahap Melamun (Daydream stage)
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan perkembangan anak, baik kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.
2.4 Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah suatu kondisi, sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin dirumuskan secara tuntas. Kreativitas dapat didefinisikan dalam beranekaragam pernyataan tergantung siapa dan bagaimana menyorotinya. Istilah kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan melihat adanya berbagai kemungkinan
Menurut Solso (Csikszentmihalyi,1996) kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara pandang baru terhadap suatu masalah atau situasi. Drevdal (dalam Hurlock, 1999) menjelaskan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. Kreativitas ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, mungkin mencakup pembentukan polapola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya serta pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. Bentuk-bentuk kreativitas mungkin berupa produk seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin juga bersifat prosedural atau metodologis. Jadi menurut ahli ini, kreativitas merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti dan bermanfaat. Munandar (1995) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi, data atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna dan bermanfaat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsurunsur yang telah ada sebelumnya menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat.
2. Komponen Pokok Kreativitas
Suharnan (dalam Nursisto, 1999) mengatakan bahwa terdapat beberapa komponen pokok dalam kreativitas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Aktifitas berpikir, kreativitas selalu melibatkan proses berpikir di dalam diri seseorang. Aktifitas ini merupakan suatu proses mental yang tidak tampak oleh orang lain, dan hanya dirasakan oleh orang yang bersangkutan. Aktifitas ini bersifat kompleks, karena melibatkan sejumlah kemampuan kognitif seperti persepsi, atensi, ingatan, imajeri, penalaran, imajinasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
b. Menemukan atau menciptakan sesuatu yang mencakup kemampuan menghubungkan dua gagasan atau lebih yang semula tampak tidak berhubungan, kemampuan mengubah pandangan yang ada dan menggantikannya dengan cara pandang lain yang baru, dan kemampuan menciptakan suatu kombinasi baru berdasarkan konsep-konsep yang telah ada dalam pikiran. Aktifitas menemukan sesuatu berarti melibatkan proses imajinasi yaitu kemampuan memanipulasi sejumlah objek atau situasi di dalam pikiran sebelum sesuatu yang baru diharapkan muncul.
c. Sifat baru atau orisinal. Umumnya kreativitas dilihat dari adanya suatu produk baru. Produk ini biasanya akan dianggap sebagai karya kreativitas bila belum pernah diciptakan sebelumnya, bersifat luar biasa, dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Menurut Feldman (dalam Semiawan dkk, 1984). sifat baru yang dimiliki oleh kreativitas memiliki ciri sebagai berikut:
1) Produk yang memiliki sifat baru sama sekali, dan belum pernah ada sebelumnya.
2) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi beberapa produk yang sudah ada sebelumnya.
3) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil pembaharuan (inovasi) dan pengembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada.
d. Produk yang berguna atau bernilai, suatu karya yang dihasilkan dari proses kreatif harus memiliki kegunaan tertentu, seperti lebih enak, lebih mudah dipakai, mempermudah, memperlancar, mendorong, mendidik, memecahkan masalah, mengurangi hambatan, dan mendatangkan hasil lebih baik atau lebih banyak.
Mencermati uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen pokok kreativitas adalah; 1) aktifitas berpikir, yaitu proses mental yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang bersangkutan, 2) menemukan atau menciptakan, yaitu aktivitas yang bertujuan untuk menemukan sesuatu atau menciptakan hal-hal baru, 3) baru atau orisinal, suatu karya yang di hasilkan dari kreativitas harus mengandung komponen yang baru dalam satu atau beberapa hal dan, 4) berguna atau bernilai, yaitu karya yang dihasilkan dari kreativitas harus memiliki kegunaan atau manfaat tertentu.
2.5  Bermain dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini
Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga hal ini memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan gagasannya memalui khayalan, drama, bermain konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk mengembangkan pearasaan bebas secara psikologis
Rasa aman dan bebas secara psikologis merupakan kondisi yang penting bagi tumbuhnya kreativitas. Anak-anak diterima apa adanya, dihargai keunikannya, dan tidak terlalu cepat di evaluasi, akan merasa aman secara psikologis. Begitu pula anak yang diberikan kebebasan untuk mengekspresikan gagasannya. Keadaan bermain yang demikian berkaitan erat dengan upaya pengembangan kreativitas anak.
Bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat berekperimen dengan gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain atau tidak. Sekali anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan kembali pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak kesenangan dan kepuasan pribadi yang sangat besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata pada perkembangan pribadinya. Menjadi kreatif juga penting artinya bagi anak usia dini, karena menambah bumbu dalam permainannya. Jika kreativitas dapat membuat permainan menjadi menyenangkan, mereka akan merasa bahagia dan puas
Bermain memberikan keseempatan pada anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan hubungan yang baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya dalam banyak alternatif cara.Selain itu bermain memberikan kesempatan pada individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang erat hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak
Berbagai bentuk bermain yang dapat membantu mengembangkan kreativitas, antara lain
1. Mendongeng
2. Menggambar
3. Bermain alat musik sederhana
4. Bermain dengan lilin atau malam
5. Permainan tulisan tempel
6. Permainan dengan balok
7. Berolahraga
2.6 Komputer, Video game dan Alat Permainan Elektronik
Alat permainan yang ada saat ini tidak hanya terbatas pada alat permainan tradisional, tetapi dengan semakin majunya ilmu pengetahuan, semakin canggih pula alat permainan yang digunakan oleh anak-anak. Kebanyakan alat permainan yang canggih bersifat otomatis, dan menggunakan tombol seperti komputer, video game, dan juga game online, yaitu sebuah permainan yang memungkinkan pemain yang saling bertanding berada pada belahan dunia manapun, dengan bantuan akses interne,serta beberapa alat permainan elektronik lainnya. Beberapa permainan bersifat adu tangkas, beberapa yang lain merupakan pelajaran.
Sebenarnya yang dipacu alat permainan elektronik adalah kemampuan anak untuk bereaksi cepat, penerapan strategi, dan dengan latihan yang terus menerus, sehungga anak akan menjadi tangkas. Tetapi permainan yang ada pada komputer maunpun video game terkadang kurang mampu mengasah kemampuan pemecahan masalah, mengingat anak tidak belajar untuk sampai kepada jawaban yang benar melalui proses-proses yang harus dilaluinya. Terkadang anak hanya menekan tombol saja untuk mendapatkan jawaban yang benar, ini bukanlah meruakan gambaran kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari.
Komputer dan video game sering membatasi interaksi anak dengan orang lain. Walaupun permainan dimainkan berdua dengan anak lain, tetapi anak lebih berinteraksi dengan komputer atau video game dan bukanlah dengan teman sepermainannya. Tema permainan yang ada di komputer atau video game beberapa diantaranya bersifat agresif, seperti tembak menembak, kejar-kejaran, dan sebagainya. Imajinasi anak memang dapat masuk kedalam permainan tersebut, namun imajinasi yang dibangun, bukanlah hasil ciptaannya. Jadi kurang mendukung pengemabngan kreativitas anak
Mengingat pesonanya yang begitu besar, komputer dan video game bisa mempengaruhi jadwal kegiatan anak sehari-hari. Namun dibalik kesemuanya, ada beberapa nilai positif dari komputer dan video game, diantaranya dapat mengembangkan koordinasi tangan, mata, kemampuan berpikir cepat, karena anak dirangsang untuk melihat dan langsung bereaksi dengan menekan tombol-tombol yang tepat. Selain itu beberapa orang ercaya bahwa alat permainan ini bia meningkatkan rentang konsentrasi anak.
Orang tua dan guru perlu menimbang berbagai dampak yang mungkin muncul terhadap anak bila bermain komputer dan video game, dengan mencoba mengurangi dampak negatifnya, seperti pengaruhnya terhadap kesehatan, kurang interaktifnya anak dengan lingkungannya, kemungkinana terhambatnya pengembangan berpikir kreatif, dan sebagainya. Selanjutnya menitik beratkan pada pengaruh positifnya.
Kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat dijadikan modalitas belajar. Kecerdasan bagi seseorang  memiliki manfaat yang besar bagi dirinya sendiri dan bagi pergaulannya di masyarakat karena dengan tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semakin dihargai di masyarakat apalagi apabila ia mampu berkiprah dalam menciptakan hal-hal baru yang bersifat fenomenal.
Howard Gardner menyatakan bahwa  kecerdasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat. Berbagai penelitian Gardner telah meruntuhkan dua asumsi  umum tentang kecerdasan, yaitu: kecerdasan manusia bersifat satuan dan bahwa setiap individu dapat dijelaskan sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat diukur dan tunggal. Dalam studinya tentang kecerdasan manusia ditemukan bahwa pada hakikatnya setiap manusia memiliki tujuh (kemudian ditambahkan dua menjadi sembilan) spektrum kecerdasan yang berbeda-beda dan menggunakannya dengan cara-cara yang sangat individual. Teori kecerdasan ini disebut dengan teori kecerdasan jamak atau dikenal sebagai multiple intelligences.
Multiple intellegence adalah sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda yang konkret maupun hal-hal yang abstrak. Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak, orang tua dan guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode khusus.
Implikasi teori multiple intelligences dalam proses pendidikan dan pembelajaran adalah bahwa pengajar perlu memperhatikan modalitas kecerdasan dengan cara menggunakan berbagai strategi dan pendekatan sehingga anak akan dapat belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat dipilih sehingga sesuai dengan cara dan gaya belajar anak. Hal ini merupakan kekuatan agar anak dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan yang lebih penting adalah rasa senang dan nyaman dalam belajar dan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya yang berbeda-beda tersebut.
Kita sebagai orang tua, sebagai guru dan sekaligus sebagai masyarakat yang menekuni bidang pendidikan haruslah sadar bahwa mempersiapkan generasi muda kita agar mampu menghadapi Era Globalisasi tahun 2020-2040 nanti adalah tugas dan tanggung jawab kita semua.  Untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang itu itu kita akan berhadapan pada pertanyaan-pertanyaan seperti : apakah potensi bawaan itu, kapan dan bagaimana potensi bawaan itu terbentuk, apa saja yang mempengaruhi, bagaimana agar potensi bawaan itu berkembang ke arah yang optimal .  Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini hanya akan di dapatkan jika kita mau dan memulainya dari sekarang  untuk mencari tahu.  Oleh sebab itu, agar supaya potensi-potensi anak ini dapat terwujud dengan optimal terutama yang berhubungan dengan kecerdasan kinestetik, maka perlu ditetapkan baik tujuan secara umum maupun tujuan secara khususnya.
Dari segi terminology jamak berarti banyak atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple Intellegence(MI).
Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk  mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa, kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Kecerdasan MI adalah berbagai jenis kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistik (kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat,presentasi pidato,diskusi,tulisan), logical-mathematical (kemampuan logika-matematik dalam memacahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic (keterampilan gerak,menari,olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi dan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan kengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist ( kemampuan memahami dan memanfaatkan lingkungan).
Kecerdasan jamak yaitu pandangan baru tentang kecerdasan yang dikemukakan Gadner (seperti yang dituliskan Thomas Amstrong “Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah” Kaifa 2004 hal 2), meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.
Macam-Macam kecerdasan Jamak
1.   Kecerdasan Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan ini memiliki empat ketrampilan yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
 Berikut kiat-kiat mengembangkan kecerdasan linguistik pada anak sejak usia dini :
a.        Mengajak anak berbicara sejak bayi
b.        Membacakan cerita atau mendongeng sebelum tidur atau kapan saja sesuai situasi dan kondisi
c.        Berdiskusi tentang berbagai hal yang ada di sekitar anak
d.        Bermain peran
e.        Memperdengarkan dan memperkenalkan lagu anak-anak
2.Kecerdasan Logika Matematika (Number / Reasoning) Smart)
Kecerdasan logika matematika merupakan kecerdasan dalam menggunakan angka dan logika. Cara mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak antara lain dengan cara :
a.        Bermain puzzle, permainan ular tangga, domino dll
b.        Mengenal bentuk geometri
c.        Mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu
d.        Eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan
e.        Memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika
3.    Kecerdasan Visual Spasial (Picture Smart)
Kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau menemukan jawaban. Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak adalah sebagai berikut :
a.        Mencorat coret
b.        Menggambar dan melukis
c.        Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan tangan
d.        Mengunjungi berbagai tempat dapat memperkaya pengalaman visual anak
e.        Melakukan permainan konstruktif dan kreatif
f.     Mengatur dan merancang
4.  Kecerdasan Kinestetik (Body Smart)
Kecerdasan kinestetik adalah suatu kecerdasan dimana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti berlari, menari, membangun sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya. Cara menstimulasi kecerdasan kinestetik pada anak antara lain sebagai berikut :
a.        Menari
b.        Bermain peran / drama
c.        Latihan ketrampilanfisik
d.        Olahraga
5.    Kecerdasan Musikal(MusicalSmart)
Kecerdasan musikal adalah kemampuan memahami aneka bentuk musikal dengan cara mempersepsi (penikmat musik), membedakan (kritikus musik), mengubah (composer) dan mengekspresikan (penyanyi). Cara mengembangkan kecerdasan musikal anak antara lain sebagai berikut :
a.                       Beri kesempatan pada anak untuk melihat kemampuan yang ada pada diri mereka,buat mereka lebih percaya diri
b.                      Pengalaman empiris yang praktis, buatlah penghargaan terhadap karya-karya yang dihasilkan anak
c.                       Ajak anak menyanyikan lagu-lagu dengan syair sederhana dengan irama dan birama yang mudah diikuti
6.    Kecerdasan Interpersonal (People Smart)
Kecerdasan interpersonal adalah berpikir lewat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kegiatan yang mencakup kecerdasan interpersonal yakni memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, berbagi,menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan kelumpok, klub, teman-teman, kelompok dan kerjasama. Cara mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak, yakni :
a.    Mengembangkan dukungan kelompok
b.    Menetapkan aturan tingkah laku
c.    Memberi kesempatan bertanggungjawab dirumah
d.    Bersama-sama menyelesaikan konflik
e.    Melakukan kegiatan sosial di lingkungan
f.     Menghargai perbedaan pendapat antara anak dan teman sebaya
g.    Menumbuhkan sikap ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan social
h.    Melatih kesabaran menunggu giliran
i.      Berbicara serta mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu
7.      Kecerdasan Intrapersonal (Self Smart)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara reflektif yaitu mengacu kepada kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Ada pun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini adalah berpikir, meditasi, bermimpi, berdiam diri, mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal, menilai diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri dan menulis instropeksi.  Cara mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak sebagai berikut :
a.    Menciptakan citra diri positif, “aku anak baik”, “saya anak yang rajin membantu ibu”, dll
b.    Ciptakan suasana serta kondisi yang kondusif di rumah yang mendukung pengembangan kemampuan intrapersonal dan penghargaan diri
c.    Menuangkan isi hati dalam jurnal pribadi
d.    Bercakap-cakap memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak
e.    Membayangkan diri di masa datang, lakukan perencangan dengan anak semisal anak ingin seperti apa bila besar nanti
8.      ecerdasan Naturalis (Natural Smart)
            Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui pengenalan terhadap flora fauna yang terdapat di lingkungan sekitar dan juga mengamati fenomena alam dan kepekaan/kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Stimulasi bagi pengembangan kecerdasan naturalis yakni :
a.    Jalan-jalan di alam terbuka
b.    Berdiskusi mengenai apa yang terjadi di alam sekitar
c.    Kegiatan ekostudi agar anak memiliki sikap peduli pada alam sekitar
9.    Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan dalam memandang makna atau hakikat kehidupan ini sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berkewajiban menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-nya.  Cara mengembangkan kecerdasan spiritual pada anak usia dini antara lain :
a.    Melalui teladan dalam bentuk nyata yang diwujudkan dalam perilaku baik lisan, tulisan maupun perbuatan
b.    Melalui cerita atau dongeng untuk menggambarkan perilaku baik buruk
c.    Mengamati berbagai bukti-bukti kebesaran Sang Pencipta seperti beragam binatang dan aneka tumbuhan serta kekayaan alam lainnya
d.    Mengenalkan dan mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata
e.    Membangun sikap toleransi kepada sesama sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Faktor- factor yang mempengaruhi Kualitas Kecerdasan
Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orangtua yang cerdas anaknya cenderung akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan remaja.
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2.    Faktor Minat dan Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3.    Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam sekitarnya.
4.    Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
Cara Merangsang Kecerdasan Jamak
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
Latih kecerdasan logika-matematik dengan mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma, congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer dll.         
Kembangkan kecerdasan visual-spatial dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting, melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.
Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari, melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.
Merangsang kecerdasan musikal dengan mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.
Melatih kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.
Melatih kecerdasan emosi intra-personal dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal, mengarang ceritera dll.
Merangsang kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
Merangsang kecerdasan spritual dengan cara melakukan kegiatan ibadah bersama-sama dan memberitahu sikap yang di perintahkan dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Bila anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan yang jamak.












BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa kecerdasan majemuk adalah suatu kemampuan ganda untuk memecahkan suatu masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Adapun manfaat dari kecerdasan majemuk dalam proses pembelajaran yaitu sebagai masukan berupa teori, metode dan praktek tentang pembelajaran itu sendiri
Bermain adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada (inheren) dalam diri anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk mempelajarinya. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan keterampilan anak. Sehingga anak lebih siap untuk menghadapi lingkungannya dan lebih siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap oleh tes inteligensi yang hanya mengukur kemampuan anak dalam bidang verbal linguistik dan logis matematis. Akan tetapi anak memiliki sejumlah kecerdasan yang berwujud dalam berbagai keterampilan dan kemampuan, yakni kecerdasan jamak.
Kecerdasan jamak adalah teori kecerdasan yang menyatakan bahwa individu memiliki paling tidak 8 jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal linguistik, logis matematis, visual spasial, kinestetik, musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Masing-masing kecerdasan dapat berkembang optimal secara bersamaan jika mendapat kesempatan untuk di kembangkan. Teori kecerdasan jamak perlu dipahami oleh guru, orang tua dan para pendidik lainnya agar dapat membantu mengembangkan macam-macam kecerdasan yang dimiliki anak. Jadi tidak hanya mengembangkan kecerdasan verbal linguistik dan logis matematis saja. Kecerdasan jamak dapat diaplikasikan dengan berbagai cara dan berbagai aspek dalam kegiatan pembelajaran.

3.2.     Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu agar teori tentang kecerdasan majemuk itu dapat digunakan dalam  proses pembelajaran, tanpa membedakan antara kecerdasan siswa yang satu dengan yang lain. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal dan optimal.


DAFTAR PUSTAKA


Budianingsih, Asri. 2004. Belajar Dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya