MAKALAH
POTENSI KECERDASAN ANAK MELALUI STIMULUS GERAK DAN
BERMAIN KREATIF BERBASIS KECERDASAN ANAK
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Seminar Umum
Oleh
NAMA : YANTI SUGIANTI
NIM : 8620714150361
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
STKIP PANCASAKTI
KELAS BUNISEURI
2015
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji
syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa pengayom
segenap alam yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga dalam
penulisan Makalah ini saya tidak
mengalami kendala yang berarti hingga terselesaikannya Makalah yang saya beri judul “POTENSI
KECERDASAN ANAK MELALUI STIMULUS GERAK DAN BERMAIN KREATIF BERBASIS
KECERDASAN ANAK”.
saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita . Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kawali, Maret 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1 Latar belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah.............................................................................. 1
1.3 Tujuan masalah................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1 Potensi Kecerdasan.......................................................................... 3
2.2 Kecerdasan kinestetik atau cerdas gerak........................................... 7
2.3 Bermain............................................................................................ 7
2.4 Kreativitas........................................................................................ 9
2.5 Bermain
dan Kreativitas Pada Anak Usia Dini................................ 11
2.6 Komputer, Video game dan Alat Permainan
Elektronik.................... 12
BAB
III penutup.......................................................................................... 21
3.1 Simpulan......................................................................................... 21
3.2 Saran.............................................................................................. 21
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................. 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bermain adalah hak asasi bagi anak usia
dini yang memiliki nilai utama dan hakiki pada masa pra sekolah. Kegiatan
bermain bagi anak usia dini adalah sesuatu yang sangat penting dalam
perkembangan kepibadiannya. Bermain bagi seorang anak tidak sekedar mengisi
waktu, tetapi media bagi anak untuk belajar. Setiap bentuk kegiatan bermain
pada anak pra sekolah mempunyai nilai positif terhadap perkembangan
kepibadiannya
Di dalam bermain anak memiliki nilai
kesempatan untuk mengekspresikan sesuatu yang ia rasakan dan pikirkan. Dengan
bermain, anak sebenarnya sedang mempraktekkan keterampilan dan anak mendapatkan
kepuasan dalambermain, yang berarti mengemabngkan dirinya sendiri. Dalam
bermain, anak dapat mengembangkan otot kasar dan halus, meningkatkan penalaran,
dan memahami keberanaan lingkungannya, membentuk daya imajinasi, daya fantasi,
dan kreativitas.
Dalam kenyataan sekaran ini sering
dijumpai bahwa kreativitas anak tanpa disadari telah terpasung di tengah
kesibukan orang tua. Namun kegiatan bermain bebas sering menjadi kunci pembuka
bagi gudang-gudang bakat kreatif yang dimiliki setiap manusia. Bermain bagi
anak berguna untuk menjelajahi dunianya, dan mengembangkan kompetensinya dalam
usaha mengatasi dunianya dan mengembangkan kreativitas anak.Fungsi bermain bagi
anak usia dini dapat dijadikan intervensi yang jika dilaksanakn dengan tepat,
baik dilengkapi dengan alat maupun tanpa alat akan sangat membantu perkembangan
sosial, emosional, kognitif, dan afektif pada umumnya, dan mengembangkan daya
kreativitas anak.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan membahas mengenai
ruang linbgkup yang berkaitan dengan potensi kecerdasan anak
yangdikaitkandengan stimulus gerak serta bermain kreatif yang berbasis
kecerdasan majemuk atau jamak
1.3 Tujuan Makalah
Tujuan
makalah kali ini adalah agar para pebdidik PAUD maupun mahasiswa PG PAUD dapat
memahami bagaimana potensi kecerdasan anak serta bermain kreatif yang berbasis
kecerdassanmajemuk
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Potensi Kecerdasan
Perkembangan kompleksitas respon (baca : cara berpikir
logis) seseorang menurut Jean Piaget berkembang secara bertahap berdasarkan
usia, usia 0 s/d 2 tahun disebut periode sensori-motor, usia 2 s/d 7 periode
pra-operasional dan usia 7 dan seterusnya adalah periode operasional yang
dibagai pula menjadi periode operasi konkret (usia 7 s/d 11 tahun) dan periode
operasi formal (usia 11 tahun ke atas). Pembagian ini menunjukkan bahwa Piaget
dalam pendapatnya cenderung menyatakan anak-anak tidak seperti bejana yang
menunggu untuk diisi penuh dengan pengetahuan malah mereka secara aktif
membangun pemahaman mereka akan dunia dengan cara berinteraksi dengan dunia (Kathy
Silva et.al, Perkembangan Anak; Sebuah Pengantar, Arcan, Jakarta, 1988, hal.
114 s/d 140), sehingganya pada setiap perkembangan seorang anak mampu
melakukan berbagai jenis interaksi yang berbeda dan sampai pada pemahaman yang
berberbeda pula.
Keadaan berkembang inilah yang harus disikapi dengan
cermat mengingat di sana terdapat potensi intrinsik (sekumpulan keadaan
kejiwaan dan mental yang masih dini) sebagai landasan suatu kecerdasan (raw
material) yang harus difasilitas dan dijaga jangan sampai terkerdilkan oleh
imbas lingkungan eksternal si anak termasuk peran orang tua dan keluarga
terdekat, sebagaimana yang sering terjadi dimana potensi kecerdasan anak
dikerdilkan lantaran orang tua (keluarga) terlebih dahulu mensyaratkan
penyaringan atau pemilahan informasi serta determinasi respon atau pola tindak
yang mungkin keluar dalam wujud tingkah laku. Biasanya pengkerdilan ini
dilakukan orang tua - keluarga dan tidak menutup kemungkinan masyarakat -
dengan pendekatan otoritatif melalui paradigma bahwa anak musti tumbuh
sebagaimana (nilai-nilai) orang tua mereka inginkan, sehingga bagaimana anak
itu nanti sangat tergantung sekali kepada proses identifikasi domestik selama
dalam asuhan tanpa memaparkan identitas alternatif yang lahir dalam diri
si anak secara alamiah.
Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika output yang dihasilkan
berada pada dua poros bersebrangan yang pertama, ia tumbuh menjadi
seorang yang tidak kreatif dan kedua, tumbuh dalam pemberontakan
identitas lama. Kelompok yang pertama sering disimbolkan sebagai anak
yang baik dan penurut kepada orang tua namun sementara itu mereka terkendala
dalam kehidupan sosialnya (canggung secara sosial), pada kelompok kedua simbol
sosial yang dilekatkan kepada mereka adalah sebagai anak-anak (remaja) yang
nakal, tidak penurut, anti kemapanan dan urakan, mereka ini cenderung memiliki
kemapuan sosial yang tinggi, kreatif dalam mengekspresikan diri dan senang
bereksprerimen dengan nilai serta identitas baru. Bagi mereka asal bukan nilai
dan identitas permanen yang ada dalam keluarga kesanalah kecenderungan
pilihannya.
Periode sensori – motor ( usia 0 s/d 2 tahun)
Pada awal masa perkembangannya seorang anak dalam hal ini
bayi melakukan proses nalar pada tahapnya yang paling primitif yaitu proses
mengenal benda melalui respon yang tetap pada benda tersebut seperti contoh bayi
mengenal botol susu bukan dalam arti ia mengenali nama benda tersebut, tetapi
ia mengenalinya dalam arti memberikan respon yang konstan pada benda itu dengan
jalan menghisap. Dalam hal ini Piaget mengatakan bahwa si bayi mempunyai kategori
fungsional sederhana, yang berarti ia mempunyai kategori kasar mengenai
segala sesuatu yang ia beri reaksi dengan cara yang sama (Kathy Silva et.al,
Perkembangan Anak; Sebuah Pengantar, Arcan, Jakarta, 1988, hal. 114 s/d 140).
Dengan kata lain pada periode ini bayi membangun gambaran
permanen mengenai dunia melalui gabungan sensasi dan gerak, hal ini terus
berlanjut sampai pada usia 2 tahun dimana ia memiliki perbendaharaan efektif
dari skema terkoordinasi untuk masuk ke dalam tingkatan praktis yang lahir dari
pembelajarannya mengenai objek, waktu, ruang dan sebab-akibat.
Periode pra-operasional (usia 2 s/d 7
tahun)
Fase ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan
liguistik anak dimana seorang mulai dapat mengucapkan kata-kata dan mulai
berbicara. Skema mental awal yang telah terkoordinasi mengenai apa saja
lingkungan eksternalnya ditransformasikan menjadi skema simbolik berupa bahasa.
Menurut Piaget cara berpikir anak pada periode pra-operasional bercirikan
animisme, egosentrisme dan realisme moral.
Ciri tersebut saling berhubungan satu sama lain kendati
nampaknya terpisah namun sebenarnya mirip satu dengan yang lain dimana
memperlihatkan ketidakmampuan untuk menghadapi beberapa aspek dari suatu
situasi sekaligus dengan kata lain anak dalam periode ini hanya memandang
segala sesuatu dari perspektif dirinya saja. Adapun rumusan Piget mengenai
animisme adalah ketidakmampuan anak untuk menerapkan suatu pendirian terhadap
objek tak bernyawa dan pendirian yang lain terhadap dirinya sendiri, sama
halnya dengan realisme moral yang merupakan konsekuensi dari memandang
moralitas dari satu sisi saja yang menunjukkan bahwa tujuan tindakan tidaklah
diperhitungkan sebagai faktor yang peran terhadap rasa bersalah dan perhatian
difokuskan pada realitas akibat fisik dari suatu tindakan - si anak tidak dapat
mempertimbangkan tujuan dan kerusakan (akibat tindakan) secara bersamaan. Dan
egosentrisme merupakan konsekuensi dari hanya diperhatikannya satu perspektif
oleh si anak.
Periode operasional
a.
Periode operasi konkret (usia 7 s/d 11 tahun)
Periode ini merupakan periode penting perkembangan skema
intelektual anak dimana kemampuan berpikir logis dan matematis mulai
berkembang. Dimulai sejak pertama perkembangan struktur mental awal (disebut
skema) yang mendasari kemampuan sensorik dan motorik bayi, kemudian
perkembangan kemampuan bahasa memungkinkan seorang anak menghadirkan
pengetahuannya secara simbolis dan memahami gagasan mengenai hari kemarin dan
esok selanjutnya kemampuan meningkat kepada yang lebih canggih yang mengetengahkan
pikiran-pikiran logis yang sehari-hari digunakan.
Peningkatan kemampuan anak pada periode operasi konkret
ini dapat diamati dimana anak pertama, memiliki kemampuan dalam
menjalankan operasi mental reversibilitas (pembalikan) yaitu terhadap
suatu aktifitas anak dapat berfikir dan melakukan aktifitas yang sama dengan
prosedur yang dibalik atau berlawanan. Kedua, anak dapat menangani beberapa
aspek dari suatu situasi sekaligus, keterampilan kedua ini memungkinkan
anak untuk mengamati suatu objek dari sudut pandang orang lain dalam artian
anak tidak lagi berpatokan pada satu perspektifnya saja akan tetapi dapat
melihat (mengamati) secara lebih menyeluruh – dan dengan demikian mengatasi
egosentrisme anak.
Kesimpulannya anak pada periode ini berpikir dengan bercirikan
tindakan mental yang memperhitungkan beberapa aspek dari suatu situasi serta
keluar dari dirinya sendiri.
b.
Periode operasi formal (usia 11 tahun keatas)
Periode ini dimana anak telah tumbuh menjadi remaja dan
dewasa dimana perkembangan pikiran logis dan matematis mendapatkan tempat dan
wujudnya yang formal.
Berdasarkan teori perkembangan cara berpikir anak yang
disampaikan oleh Piaget dapat dikatakan menerangkan potensi intrinsik seseorang
yang berkembang dari wujudnya yang paling primitif hingga memperoleh bentuk
penalaran logis dan matematis. Akan lebih menarik lagi untuk dilihat dan
ditelaah bagaimana seseorang atau seorang anak melakukan proses pembelajaran.
Bagaimana Anak-anak Belajar ?
Belajar merupakan proses penerimaan, pengelolaan, internalisasi
dan aplikasi setiap informasi yang diterima seseorang melalui pengindraan (auditory,
visual dan kinesthetic), proses logika (analisa) dan percobaan atau
pengalaman, yang mana pada akhirnya membimbing seseorang melakukan penyesuaian
perilaku atau berprilaku sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya.
Pembelajaran atau proses belajar setiap individu bersumber dari segala sesuatu
yang ada mulai dari lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya,
media cetak dan eletronik, realita, barang-barang ciptaan (produk artifisial).
Secara garis besar dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ; sumber belajar
tangan pertama (menunjukan otentisitas dan orisinalitas) dan sumber belajar
tangan kedua dimana materi ajar telah melalui pengolahan (Yunanto, Sri Joko,
Sumber Belajar Anak Cerdas, Grasindo, Jakarta, 2004, hal 20 s/d 46) .
Bagi setiap individu proses penyesuaian perilaku sejak
masa awal kehidupannya amatlah penting untuk hidup itu sendiri. Penyesuaian
perilaku itulah dalam wujud ekstrinsiknya berupa kecakapan-kecakapan hidup (life
skill) yang lahir sebagai output dari sinergi potensi intriksik berupa
kecerdasan (intelegensia) dan faktor lingkungan eksternal.
Sejak masa awal kehidupannya manusia telah melakukan
pembelajaran sedemikian rupa dalam bentuknya yang paling sederhana yaitu
pembelajaran penyesuaian perilaku, menurut para ahli pembelajaran pada masa
kecil (masa pra sekolah) terdiri dari ; pembelajaran instrumental dan pembelajaran
behavioral. Sedangkan secara teoritis pembelajaran penemuan (discovery
learning) dan pembelajaran berprogram (programmed learning)
tumbuh pada masa sekolah.
Pembelajaran instrumental menurut
Skinner merupakan pembelajaran yang didorong oleh lingkungan luar yang bersifat
pengukuhan dan penghukuman apabila si anak menunjukkan perilaku tertentu.
Seperti contoh jika seorang anak belajar makan dengan menggunakan sendok dan
membersihkan tempat tidur mereka karena pengukuhan dari orang tua seperti
senyuman, pelukan dan gula-gula. Sama halnya ketika mereka berhenti melemparkan
makan mereka ke lantai karena ibu memberikan hukum dengan menepuk kakinya.
Dalam tahap pembelajar instrumental ini peran lingkungan
menjadi penting dan bahkan menjadi titik fokus output perilaku yang timbul
kemudian pada anak - orang tua, saudara dan guru bertindak sebagai faktor
determinan bagi si anak.
Albert Bandura dengan teori pembelajaran observasionalnya
mengemukakan proses belajar melalui model prilaku yang dirangsangkan pada anak
sebagai contoh perilaku. Kuatnya pembelajaran peniruan (imitasi) ini
dapat segera dibuktikan ketika di rumah peran orang tua diamati anak-anak mereka
dan memberikan referensi perilaku bagi mereka yang segera mereka tiru, misalnya
ayah yang agresif mungkin berhasil menjadi model perilaku yang mirip pada
anaknya atau sama halnya dengan peran guru di taman kanak-kanak dimana guru
menjadi model yang sangat bermakna untuk pembelajaran observasional selama
aktivitas bermain.
Proses peniruan tersebut akan terkukuhkan dan lebih
efektif pada saat-saat orang tua dan guru menerapkan hukuman dan pujian bagi
perilaku-perilaku yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan kecenderungan yang
diinginkan orang tua dan guru. Peran dan pengaruh orang tua dan guru menjadi
penting bagi anak sebab mereka merupakan gerbang yang akan mengatarkan mereka
kepada kehidupan sosial, selain itu proses imitatif juga terpapar selama anak-anak
berada dalam kelompok sebayanya dalam hal ini tentu saja peran kolektif yang
dimainkan bersama-sama seolah-olah merupakan hasil sintesa berbagai perilaku
awal yang orisinal dimana setelah terjadi interaksi, komunikasi sosial dan
transaksi perilaku masing-masing anak memperoleh referensi perilaku baru.
2.2 Kecerdasan kinestetik atau
cerdas gerak
Memuat kemampuan seorang anak untuk
secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk
berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai pada
anak-anak yang unggul dalam bidang olah raga, misalnya bulu tangkis, sepak
bola, tenis, renang, basket, dan cabang-cabang olah raga lainnya, atau bisa
pula terlihat pada mereka yang unggul dalam menari, bermain sulap, akrobat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang melibatkan keterampilan gerak tubuh.
2.3
Bermain
Pengertian Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain, dalam
kehidupan anak-anak, sebagian besar waktunya dihabiskan dengan aktivitas
bermain. Filsuf Yunani, Plato, merupakan orang pertama yang menyadari dan
melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Anak-anak akan lebih mudah
mempelajari aritmatika melalui situasi bermain. Bermain dapat digunakan sebagai
media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Istilah
bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mempergunakan
atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian, memberikan
informasi, memberikan kesenangan, dan dapat mengembangkan imajinasi anak
Menurut Singer (dalam Kusantanti, 2004)
mengemukakan bahwa bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi
dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan
mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk
memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain menurut Mulyadi (2004), secara
umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan.
Terdapat lima pengertian bermain :
- Sesuatu
yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak
- Tidak
memiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik
- Bersifat
spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh
anak
- Melibatkan
peran aktif keikutsertaan anak
- Memilikii
hubungan sistematik yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti
kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial dan
sebagainya
Banyak konsep dasar yang dapat
dipelajari anak memalui aktivitas bemain. Pada usia prasekolah, anak perlu
menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran, bentuk, arah, besaran,
dan sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah diperoleh anak melalui
kegiatan bermain.
Bermain, jika ditinjau dari sumber
kegembiraannya di bagi menjadi dua, yaitu bermain aktif dan bermain pasif.
Sedangkan jika ditinau dari aktivitasnya, bermain dapat dibagi menjadi empat,
yaitu bermain fisik, bermain kreatif, bermain imajinatif, dan bermain
manipulatif. Jenis bermain tersebut juga merupakan ciri bermain pada anak usia
pra sekolah dengan menekankan permainan dengan alat (balok, bola, dan
sebagainya) dan drama.
2. Tahapan Perkembangan Bermain
Pada umumnya para ahli hanya membedakan atau
mengkatergorikan kegiatan bermain tanpa secara jelas mengemukakan bahwa suatu
jenis kegiatan bermain lebih tinggi tingkatan perkembangannya dibandingkan
dengan jenis kegiatan lainnya.
a. Jean Piaget
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget adalah
sebagai berikut:
1) Permainan Sensori Motorik (± 3/4 bulan – ½ tahun)
2) Permainan Simbolik (± 2-7 tahun)
3) Permainan Sosial yang Memiliki Aturan (± 8-11
tahun)
4) Permainan yang Memiliki Aturan dan Olahraga (11
tahun keatas)
b. Hurlock
Adapun tahapan perkembangan bermain mrnurut Hurlock
adalah sebagai berikut:
1) Tahapan Penjelajahan (Exploratory stage)
2) Tahapan Mainan (Toy stage)
3) Tahap Bermain (Play stage)
4) Tahap Melamun (Daydream stage)
Dari penjelasan di atas maka dapat dipahami, bermain
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh anak dengan spontan, dan perasaan
gembira, tidak memiliki tujuan ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak,
memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar bermain(seperti perkembangan
kreativitas), dan merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, serta
memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut. Masa bermain
pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuia dengan perkembangan anak, baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.
2.4 Kreativitas
1. Pengertian Kreativitas
Kreativitas adalah suatu kondisi,
sikap atau keadaan yang sangat khusus sifatnya dan hampir tidak mungkin
dirumuskan secara tuntas. Kreativitas dapat didefinisikan dalam
beranekaragam pernyataan tergantung siapa dan bagaimana menyorotinya. Istilah
kreativitas dalam kehidupan sehari-hari selalu dikaitkan dengan prestasi yang
istimewa dalam menciptakan sesuatu yang baru, menemukan cara-cara pemecahan
masalah yang tidak dapat ditemukan oleh kebanyakan orang, ide-ide baru, dan
melihat adanya berbagai kemungkinan
Menurut Solso (Csikszentmihalyi,1996)
kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara pandang baru
terhadap suatu masalah atau situasi. Drevdal (dalam Hurlock, 1999) menjelaskan
kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk,
atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, dan sebelumnya tidak dikenal
pembuatnya. Kreativitas ini dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis
pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman, mungkin mencakup pembentukan
polapola baru dan gabungan informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya
serta pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup
pembentukan korelasi baru. Bentuk-bentuk kreativitas mungkin berupa produk
seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin juga bersifat prosedural atau
metodologis. Jadi menurut ahli ini, kreativitas merupakan aktivitas imajinatif
yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi dari informasi yang diperoleh
dari pengalaman-pengalaman sebelumnya menjadi hal yang baru, berarti dan
bermanfaat. Munandar (1995) mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan untuk
membuat kombinasi-kombinasi baru, asosiasi baru berdasarkan bahan, informasi,
data atau elemen-elemen yang sudah ada sebelumnya menjadi hal-hal yang bermakna
dan bermanfaat.
Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru atau suatu kombinasi baru berdasarkan unsurunsur yang telah ada sebelumnya
menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat.
2. Komponen Pokok Kreativitas
Suharnan (dalam Nursisto, 1999)
mengatakan bahwa terdapat beberapa komponen pokok dalam kreativitas yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Aktifitas berpikir, kreativitas selalu melibatkan
proses berpikir di dalam diri seseorang. Aktifitas ini merupakan suatu proses
mental yang tidak tampak oleh orang lain, dan hanya dirasakan oleh orang yang
bersangkutan. Aktifitas ini bersifat kompleks, karena melibatkan sejumlah
kemampuan kognitif seperti persepsi, atensi, ingatan, imajeri, penalaran, imajinasi,
pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
b. Menemukan atau menciptakan sesuatu yang mencakup
kemampuan menghubungkan dua gagasan atau lebih yang semula tampak tidak
berhubungan, kemampuan mengubah pandangan yang ada dan menggantikannya dengan
cara pandang lain yang baru, dan kemampuan menciptakan suatu kombinasi baru
berdasarkan konsep-konsep yang telah ada dalam pikiran. Aktifitas menemukan
sesuatu berarti melibatkan proses imajinasi yaitu kemampuan memanipulasi
sejumlah objek atau situasi di dalam pikiran sebelum sesuatu yang baru
diharapkan muncul.
c. Sifat baru atau orisinal. Umumnya kreativitas
dilihat dari adanya suatu produk baru. Produk ini biasanya akan dianggap
sebagai karya kreativitas bila belum pernah diciptakan sebelumnya, bersifat
luar biasa, dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Menurut Feldman (dalam
Semiawan dkk, 1984). sifat baru yang dimiliki oleh kreativitas memiliki ciri
sebagai berikut:
1) Produk yang memiliki sifat baru sama sekali, dan belum
pernah ada sebelumnya.
2) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil
kombinasi beberapa produk yang sudah ada sebelumnya.
3) Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil
pembaharuan (inovasi) dan pengembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada.
d. Produk yang berguna atau bernilai, suatu karya yang
dihasilkan dari proses kreatif harus memiliki kegunaan tertentu, seperti lebih
enak, lebih mudah dipakai, mempermudah, memperlancar, mendorong, mendidik,
memecahkan masalah, mengurangi hambatan, dan mendatangkan hasil lebih baik atau
lebih banyak.
Mencermati uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa komponen pokok kreativitas adalah; 1) aktifitas berpikir,
yaitu proses mental yang hanya dapat dirasakan oleh individu yang bersangkutan,
2) menemukan atau menciptakan, yaitu aktivitas yang bertujuan untuk menemukan
sesuatu atau menciptakan hal-hal baru, 3) baru atau orisinal, suatu karya yang
di hasilkan dari kreativitas harus mengandung komponen yang baru dalam satu
atau beberapa hal dan, 4) berguna atau bernilai, yaitu karya yang dihasilkan
dari kreativitas harus memiliki kegunaan atau manfaat tertentu.
2.5 Bermain dan
Kreativitas Pada Anak Usia Dini
Bermain merupakan suatu kegiatan yang
menyenangkan dan spontan sehingga hal ini memberikan rasa aman secara
psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif, dimana anak
memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi rasa
ingin tahunya, anak bebas mengekspresikan gagasannya memalui khayalan, drama,
bermain konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk
mengembangkan pearasaan bebas secara psikologis
Rasa aman dan bebas secara psikologis
merupakan kondisi yang penting bagi tumbuhnya kreativitas. Anak-anak diterima
apa adanya, dihargai keunikannya, dan tidak terlalu cepat di evaluasi, akan
merasa aman secara psikologis. Begitu pula anak yang diberikan kebebasan untuk
mengekspresikan gagasannya. Keadaan bermain yang demikian berkaitan erat dengan
upaya pengembangan kreativitas anak.
Bermain memberikan kesempatan pada anak
untuk mengembangkan kreativitasannya. Ia dapat berekperimen dengan
gagasan-gagasan barunya baik yang menggunakan alat bermain atau tidak. Sekali
anak merasa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan unik, ia akan melakukan
kembali pada situasi yang lain. Kreativitas memberi anak kesenangan dan
kepuasan pribadi yang sangat besar dan penghargaan yang memiliki pengaruh nyata
pada perkembangan pribadinya. Menjadi kreatif juga penting artinya bagi anak
usia dini, karena menambah bumbu dalam permainannya. Jika kreativitas dapat membuat
permainan menjadi menyenangkan, mereka akan merasa bahagia dan puas
Bermain memberikan keseempatan pada
anak untuk mengekspresikan dorongan-dorongan kreatifnya sebagai kesempatan
untuk merasakan obyek-obyek dan tantangan untuk menemukan sesuatu dengan
cara-cara baru, untuk menemukan penggunaan suatu hal secara berbeda, menemukan
hubungan yang baru antara sesuatu dengan sesuatu yang lain serta mengartikannya
dalam banyak alternatif cara.Selain itu bermain memberikan kesempatan pada
individu untuk berpikir dan bertindak imajinatif, serta penuh daya khayal yang
erat hubungannya dengan perkembangan kreativitas anak
Berbagai bentuk bermain yang dapat
membantu mengembangkan kreativitas, antara lain
1. Mendongeng
2. Menggambar
3. Bermain alat musik sederhana
4. Bermain dengan lilin atau malam
5. Permainan tulisan tempel
6. Permainan dengan balok
7. Berolahraga
2.6 Komputer, Video
game dan Alat Permainan Elektronik
Alat permainan yang ada saat ini tidak
hanya terbatas pada alat permainan tradisional, tetapi dengan semakin majunya
ilmu pengetahuan, semakin canggih pula alat permainan yang digunakan oleh
anak-anak. Kebanyakan alat permainan yang canggih bersifat otomatis, dan
menggunakan tombol seperti komputer, video game, dan juga game online,
yaitu sebuah permainan yang memungkinkan pemain yang saling bertanding berada
pada belahan dunia manapun, dengan bantuan akses interne,serta beberapa alat
permainan elektronik lainnya. Beberapa permainan bersifat adu tangkas, beberapa
yang lain merupakan pelajaran.
Sebenarnya yang dipacu alat permainan
elektronik adalah kemampuan anak untuk bereaksi cepat, penerapan strategi, dan
dengan latihan yang terus menerus, sehungga anak akan menjadi tangkas. Tetapi
permainan yang ada pada komputer maunpun video game terkadang kurang
mampu mengasah kemampuan pemecahan masalah, mengingat anak tidak belajar untuk
sampai kepada jawaban yang benar melalui proses-proses yang harus dilaluinya.
Terkadang anak hanya menekan tombol saja untuk mendapatkan jawaban yang benar,
ini bukanlah meruakan gambaran kondisi yang sebenarnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Komputer dan video game sering
membatasi interaksi anak dengan orang lain. Walaupun permainan dimainkan berdua
dengan anak lain, tetapi anak lebih berinteraksi dengan komputer atau video
game dan bukanlah dengan teman sepermainannya. Tema permainan yang ada di
komputer atau video game beberapa diantaranya bersifat agresif, seperti
tembak menembak, kejar-kejaran, dan sebagainya. Imajinasi anak memang dapat
masuk kedalam permainan tersebut, namun imajinasi yang dibangun, bukanlah hasil
ciptaannya. Jadi kurang mendukung pengemabngan kreativitas anak
Mengingat pesonanya yang begitu besar,
komputer dan video game bisa mempengaruhi jadwal kegiatan anak
sehari-hari. Namun dibalik kesemuanya, ada beberapa nilai positif dari komputer
dan video game, diantaranya dapat mengembangkan koordinasi tangan, mata,
kemampuan berpikir cepat, karena anak dirangsang untuk melihat dan langsung
bereaksi dengan menekan tombol-tombol yang tepat. Selain itu beberapa orang
ercaya bahwa alat permainan ini bia meningkatkan rentang konsentrasi anak.
Orang tua dan guru perlu menimbang
berbagai dampak yang mungkin muncul terhadap anak bila bermain komputer dan video
game, dengan mencoba mengurangi dampak negatifnya, seperti pengaruhnya
terhadap kesehatan, kurang interaktifnya anak dengan lingkungannya,
kemungkinana terhambatnya pengembangan berpikir kreatif, dan sebagainya.
Selanjutnya menitik beratkan pada pengaruh positifnya.
Kecerdasan merupakan ungkapan dari cara berpikir seseorang
yang dapat dijadikan modalitas belajar. Kecerdasan bagi seseorang
memiliki manfaat yang besar bagi dirinya sendiri dan bagi pergaulannya di
masyarakat karena dengan tingkat kecerdasan yang tinggi seseorang akan semakin
dihargai di masyarakat apalagi apabila ia mampu berkiprah dalam menciptakan
hal-hal baru yang bersifat fenomenal.
Howard Gardner menyatakan bahwa kecerdasan merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam
satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat. Berbagai penelitian
Gardner telah meruntuhkan dua asumsi umum tentang kecerdasan, yaitu:
kecerdasan manusia bersifat satuan dan bahwa setiap individu dapat dijelaskan
sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan yang dapat diukur dan tunggal. Dalam
studinya tentang kecerdasan manusia ditemukan bahwa pada hakikatnya setiap
manusia memiliki tujuh (kemudian ditambahkan dua menjadi sembilan) spektrum
kecerdasan yang berbeda-beda dan menggunakannya dengan cara-cara yang sangat
individual. Teori kecerdasan ini disebut dengan teori kecerdasan jamak atau
dikenal sebagai multiple intelligences.
Multiple intellegence adalah sebuah penilaian yang melihat
secara deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan
masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan alat untuk melihat
bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda yang
konkret maupun hal-hal yang abstrak. Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh
atau pintar, yang ada anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis
kecerdasan. Dengan demikian, dalam menilai dan menstimulasi kecerdasan anak,
orang tua dan guru selayaknya dengan jeli dan cermat merancang sebuah metode
khusus.
Implikasi teori multiple intelligences dalam proses
pendidikan dan pembelajaran adalah bahwa pengajar perlu memperhatikan modalitas
kecerdasan dengan cara menggunakan berbagai strategi dan pendekatan sehingga
anak akan dapat belajar sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing.Terdapat
berbagai model pembelajaran yang dapat dipilih sehingga sesuai dengan cara dan
gaya belajar anak. Hal ini merupakan kekuatan agar anak dapat belajar sesuai
dengan kebutuhan dan yang lebih penting adalah rasa senang dan nyaman dalam
belajar dan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya yang berbeda-beda tersebut.
Kita sebagai orang tua, sebagai guru dan sekaligus sebagai
masyarakat yang menekuni bidang pendidikan haruslah sadar bahwa mempersiapkan
generasi muda kita agar mampu menghadapi Era Globalisasi tahun 2020-2040 nanti
adalah tugas dan tanggung jawab kita semua. Untuk dapat melaksanakan
tugas dan tanggung jawab yang itu itu kita akan berhadapan pada
pertanyaan-pertanyaan seperti : apakah potensi bawaan itu, kapan dan bagaimana
potensi bawaan itu terbentuk, apa saja yang mempengaruhi, bagaimana agar
potensi bawaan itu berkembang ke arah yang optimal . Jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan ini hanya akan di dapatkan jika kita mau dan memulainya
dari sekarang untuk mencari tahu. Oleh sebab itu, agar supaya
potensi-potensi anak ini dapat terwujud dengan optimal terutama yang
berhubungan dengan kecerdasan kinestetik, maka perlu ditetapkan baik tujuan
secara umum maupun tujuan secara khususnya.
Dari segi terminology jamak berarti
banyak atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih
dari satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah
Multiple Intellegence(MI).
Teori Multiple Intelligences bertujuan
untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi
setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner
(1993) menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata
memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang
sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang
meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa,
kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Kecerdasan MI adalah berbagai jenis
kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistik
(kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat,presentasi
pidato,diskusi,tulisan), logical-mathematical (kemampuan logika-matematik dalam
memacahkan berbagai masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi),
bodily-kinesthetic (keterampilan gerak,menari,olahraga), musical (kepekaan dan
kemampuan berekspresi dan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan
memahami dan kengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan
menyesuaikan diri dengan orang lain), naturalist ( kemampuan memahami dan
memanfaatkan lingkungan).
Kecerdasan jamak yaitu pandangan baru
tentang kecerdasan yang dikemukakan Gadner (seperti yang dituliskan Thomas
Amstrong “Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah” Kaifa 2004 hal 2),
meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial,
kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.
Macam-Macam
kecerdasan Jamak
1. Kecerdasan
Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan linguistik merupakan
kecerdasan dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun
tulisan. Kecerdasan ini memiliki empat ketrampilan yaitu menyimak, membaca,
menulis dan berbicara.
Berikut kiat-kiat mengembangkan
kecerdasan linguistik pada anak sejak usia dini :
a.
Mengajak anak berbicara sejak bayi
b.
Membacakan cerita atau mendongeng
sebelum tidur atau kapan saja sesuai situasi dan kondisi
c.
Berdiskusi tentang berbagai hal yang ada
di sekitar anak
d.
Bermain peran
e.
Memperdengarkan dan memperkenalkan lagu
anak-anak
2.Kecerdasan Logika Matematika (Number /
Reasoning) Smart)
Kecerdasan logika matematika merupakan
kecerdasan dalam menggunakan angka dan logika. Cara mengembangkan kecerdasan
logika matematika pada anak antara lain dengan cara :
a.
Bermain puzzle, permainan ular tangga,
domino dll
b.
Mengenal bentuk geometri
c.
Mengenalkan bilangan melalui sajak
berirama dan lagu
d.
Eksplorasi pikiran melalui diskusi dan
olah pikir ringan
e.
Memperkaya pengalaman berinteraksi
dengan konsep matematika
3. Kecerdasan
Visual Spasial (Picture Smart)
Kecerdasan visual spasial merupakan
kemampuan untuk memvisualisasikan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau
menemukan jawaban. Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak
adalah sebagai berikut :
a.
Mencorat coret
b.
Menggambar dan melukis
c.
Kegiatan membuat prakarya atau kerajinan
tangan
d.
Mengunjungi berbagai tempat dapat
memperkaya pengalaman visual anak
e.
Melakukan permainan konstruktif dan
kreatif
f. Mengatur dan
merancang
4. Kecerdasan Kinestetik
(Body Smart)
Kecerdasan kinestetik adalah suatu
kecerdasan dimana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil menggunakan
anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti berlari, menari, membangun
sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya. Cara menstimulasi kecerdasan
kinestetik pada anak antara lain sebagai berikut :
a.
Menari
b.
Bermain peran / drama
c.
Latihan ketrampilanfisik
d.
Olahraga
5. Kecerdasan
Musikal(MusicalSmart)
Kecerdasan musikal adalah kemampuan
memahami aneka bentuk musikal dengan cara mempersepsi (penikmat musik),
membedakan (kritikus musik), mengubah (composer) dan mengekspresikan (penyanyi).
Cara mengembangkan kecerdasan musikal anak antara lain sebagai berikut :
a.
Beri kesempatan pada anak untuk melihat
kemampuan yang ada pada diri mereka,buat mereka lebih percaya diri
b.
Pengalaman empiris yang praktis, buatlah
penghargaan terhadap karya-karya yang dihasilkan anak
c.
Ajak anak menyanyikan lagu-lagu dengan
syair sederhana dengan irama dan birama yang mudah diikuti
6. Kecerdasan
Interpersonal (People Smart)
Kecerdasan interpersonal adalah berpikir
lewat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kegiatan yang mencakup
kecerdasan interpersonal yakni memimpin, mengorganisasi, berinteraksi,
berbagi,menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan
kelumpok, klub, teman-teman, kelompok dan kerjasama. Cara mengembangkan kecerdasan
interpersonal pada anak, yakni :
a. Mengembangkan
dukungan kelompok
b. Menetapkan aturan
tingkah laku
c. Memberi kesempatan
bertanggungjawab dirumah
d. Bersama-sama
menyelesaikan konflik
e. Melakukan kegiatan
sosial di lingkungan
f. Menghargai
perbedaan pendapat antara anak dan teman sebaya
g. Menumbuhkan sikap
ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan social
h. Melatih kesabaran
menunggu giliran
i.
Berbicara serta mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu
7. Kecerdasan
Intrapersonal (Self Smart)
Kecerdasan intrapersonal adalah
kemampuan seseorang untuk berpikir secara reflektif yaitu mengacu kepada
kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Ada
pun kegiatan yang mencakup kecerdasan ini adalah berpikir, meditasi, bermimpi,
berdiam diri, mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal, menilai
diri, waktu menyendiri, proyek yang dirintis sendiri dan menulis instropeksi.
Cara mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak sebagai berikut :
a. Menciptakan citra
diri positif, “aku anak baik”, “saya anak yang rajin membantu ibu”, dll
b. Ciptakan suasana
serta kondisi yang kondusif di rumah yang mendukung pengembangan kemampuan
intrapersonal dan penghargaan diri
c. Menuangkan isi hati
dalam jurnal pribadi
d. Bercakap-cakap
memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak
e. Membayangkan diri
di masa datang, lakukan perencangan dengan anak semisal anak ingin seperti apa
bila besar nanti
8. ecerdasan
Naturalis (Natural Smart)
Kecerdasan naturalis adalah kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui
pengenalan terhadap flora fauna yang terdapat di lingkungan sekitar dan juga
mengamati fenomena alam dan kepekaan/kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
Stimulasi bagi pengembangan kecerdasan naturalis yakni :
a. Jalan-jalan di alam
terbuka
b. Berdiskusi mengenai
apa yang terjadi di alam sekitar
c. Kegiatan ekostudi
agar anak memiliki sikap peduli pada alam sekitar
9. Kecerdasan
Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
dalam memandang makna atau hakikat kehidupan ini sesuai dengan kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berkewajiban menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-nya. Cara mengembangkan kecerdasan spiritual pada
anak usia dini antara lain :
a. Melalui teladan
dalam bentuk nyata yang diwujudkan dalam perilaku baik lisan, tulisan maupun
perbuatan
b. Melalui cerita atau
dongeng untuk menggambarkan perilaku baik buruk
c. Mengamati berbagai
bukti-bukti kebesaran Sang Pencipta seperti beragam binatang dan aneka tumbuhan
serta kekayaan alam lainnya
d. Mengenalkan dan
mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata
e. Membangun sikap
toleransi kepada sesama sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Faktor-
factor yang mempengaruhi Kualitas Kecerdasan
Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor
utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor
lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai
faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orangtua yang cerdas anaknya cenderung
akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya
sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya
cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk
pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang
optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti
pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada
kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan
untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan
remaja.
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda
karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat
yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan
masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam
satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali,
meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat dan
Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri
manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan
dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan
di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini
dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di
sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam
sekitarnya.
4. Faktor Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun
psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang
hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila
anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di
kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi
anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan
soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
Cara
Merangsang Kecerdasan Jamak
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa
verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk
berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
Latih kecerdasan logika-matematik dengan
mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma,
congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer
dll.
Kembangkan kecerdasan visual-spatial
dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting,
melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.
Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan
berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari,
melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.
Merangsang kecerdasan musikal dengan
mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.
Melatih kecerdasan emosi inter-personal
dengan bermain bersama dengan anak yang lebih tua dan lebih muda, saling
berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan, bekerjasama membuat sesuatu,
permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai suku, bangsa, budaya, agama
melalui buku, TV dll.
Melatih kecerdasan emosi intra-personal
dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal,
mengarang ceritera dll.
Merangsang kecerdasan naturalis dengan
menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman dalam pot, memelihara binatang,
berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai, pantai, mengamati langit, awan,
bulan, bintang dll.
Merangsang kecerdasan spritual dengan
cara melakukan kegiatan ibadah bersama-sama dan memberitahu sikap yang di
perintahkan dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Bila anak mempunyai potensi bawaan
berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus sejak kecil dengan cara yang
menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak kita akan mempunyai kecerdasan
yang jamak.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa
kecerdasan majemuk adalah suatu kemampuan ganda untuk memecahkan suatu masalah-masalah
yang dihadapi dalam kehidupan. Adapun manfaat dari kecerdasan majemuk dalam
proses pembelajaran yaitu sebagai masukan berupa teori, metode dan praktek
tentang pembelajaran itu sendiri
Bermain adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan bagi anak dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada
(inheren) dalam diri anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai
keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk
mempelajarinya. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan
keterampilan anak. Sehingga anak lebih siap untuk menghadapi lingkungannya dan
lebih siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap oleh tes
inteligensi yang hanya mengukur kemampuan anak dalam bidang verbal linguistik
dan logis matematis. Akan tetapi anak memiliki sejumlah kecerdasan yang
berwujud dalam berbagai keterampilan dan kemampuan, yakni kecerdasan jamak.
Kecerdasan jamak adalah teori kecerdasan
yang menyatakan bahwa individu memiliki paling tidak 8 jenis kecerdasan, yaitu
kecerdasan verbal linguistik, logis matematis, visual spasial, kinestetik,
musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Masing-masing kecerdasan dapat
berkembang optimal secara bersamaan jika mendapat kesempatan untuk di
kembangkan. Teori kecerdasan jamak perlu dipahami oleh guru, orang tua dan para
pendidik lainnya agar dapat membantu mengembangkan macam-macam kecerdasan yang
dimiliki anak. Jadi tidak hanya mengembangkan kecerdasan verbal linguistik dan
logis matematis saja. Kecerdasan jamak dapat diaplikasikan dengan berbagai cara
dan berbagai aspek dalam kegiatan pembelajaran.
3.2. Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu
agar teori tentang kecerdasan majemuk itu dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, tanpa membedakan antara kecerdasan siswa yang satu dengan yang
lain. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal dan optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Budianingsih, Asri. 2004. Belajar Dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Purwanto,
Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya