Kehidupan masyarakat menghendaki adanya
keteraturan dan ketertiban sosial, dibutuhkan adanya konformitas (sikap
patuh terhadap nilai dan norma) bagi seluruh anggota masyarakat untuk
mewujudkannya.
Kenyataannya masih banyak masyarakat yang
mengabaikan nilai dan norma yang berlaku, untuk itu dibutuhkan adanya kontrol
sosial atau pengendalian sosial sebagai suatu proses baik disengaja maupun
tidak untuk mengajak, mendidik bahkan memaksa anggota masyarakat untuk mematuhi
nilai dan norma yang berlaku di tengah masyarakat.
menurut pola(bentuknya), sifat maupun cara
pengendaliannya.
-Menurut pola atau bentuknya pengendalian
sosial dapat dibedakan menjadi 4 macam/jenis yaitu :
1.
Pengendalian sosial individu terhadap individu
Contoh : Seorang siswa menegur temannya yang
sedang berusaha menyontek ketika mengikuti ulangan
2.
Pengendalian sosial individu terhadap kelompok
Contoh : Seorang kepala desa menghimbau
warganya untuk tidak melakukan perjudian
3.
Pegendalian sosial kelompok terhadap kelompok
Contoh : Satu keatuan Brimob mengamankan
beberapa suporter yang melakukan perusakan
fasilitas tempat pertandingan sepak bola
4.
Pengendalian sosial kelompok terhada individu
Contoh : Sekelompok penumpang bis menangkap
seseorang yang kedapatan sedang mencopet
-Menurut sifatnya pengendalian sosial dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1.
Pengendalian sosial preventif
Contoh : Sekelompok warga melakukan siskamling
agar tidak terjadi pencurian
2.
Pengendalian sosial kuratif (represif)
Contoh : Seorang pencuri diganjar hukuman
kurungan selama 6 bulan
3.
Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha
yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif)
sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma
sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan
represif ini dimaksudkan agar suatu perilaku tidak sampai menyimpang dari
norma-norma dan kalaupun terjadi penyimpangan itu tidak sampai merugikan yang
bersangkutan maupun orang lain.
4.
Pengendalian resmi (formal) ialah pengawasan
yang didasarkan atas penugasan oleh badan-badan resmi, misalnya negara maupun
agama.
5.
Pengawasan tidak resmi (informal) dilaksanakan
demi terpeliharanya peraturan-peraturan yang tidak resmi milik masyarakat.
Dikatakan tidak resmi karena peraturan itu sendiri tidak dirumuskan dengan
jelas, tidak ditemukan dalam hukum tertulis, tetapi hanya diingatkan oleh warga
masyarakat.
6.
Pengendalian institusional ialah pengaruh yang
datang dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga (institusi) tertentu.
Pola-pola kelakuan dan kiadah-kaidah lembaga itu tidak saja mengontrol para
anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lembaga
tersebut.
7.
Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik
atau buruk yang datang dari orang tertentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh itu
dapat dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya, dan teristimewa ajarannya
juga dikenal.
Masalah Sosial Kemiskinan :
Tulisan ini mencoba untuk memberikan penjelasan
tentang latar belakang terjadinya kemisikinan di Indonesia secara umum dan kota
Jakarta secara khususnya, dan upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan
sekaligus pula untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman masyarakat
miskin.
Pendekatan konvensional yang paling popular
dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah menggusur
pemukiman kumuh dan kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang
dianggap lebih bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai
peremajaan kota bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan
dari perkotaan.
Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah
adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang
telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur secara paksa adalah hanya
sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan
tidak akan pernah berkurang. Bagi orang yang tergusur malahan penggusuran ini
akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mereka mesti beradaptasi
dengan lokasi pemukimannya yang baru dan penggusuran secara paksa bahkan sampai
dengan adanya unsure anarkisme itu adalah melanggar hak asasi manusia yang
paling hakiki dan harus dihormati bersama.
Di Amerika Serikat, pendekatan peremajaan kota
sering digunakan pada tahun 1950 dan 1960-an.2Pada saat itu
pemukiman-pemukiman masyarakat miskin di pusat kota digusur dan diganti dengan
kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih baik. Peremajaan kota ini
menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi sarat dengan masalah
sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang tergusur
semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap
pekerjaan semakin sulit.
Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu
sering kali disesali oleh para ahli perkotaan saat ini karena menyebabkan
timbulnya masalah sosial seperti kemiskinan perkotaan yang semakin akut,
gelandangan dan kriminalitas. Menyadari kesalahan yang dilakukan masa lalu,
pada awal tahun 1990-an kota-kota di Amerika Serikat lebih banyak melibatkan
masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaannya dan tidak lagi menggusur
mereka untuk menghilangkan kemiskinan di perkotaan.
Kalau diIndonesia, paling sedikit kami menemukan
dua masyarakat miskin di Jakarta yang melakukan aktivitas hijau untuk
meningkatkan kualitas lingkungan sembari menciptakan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesia’s Urban Studies, masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara dan
masyarakat kampung Toplang di Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk
dijadikan kompos dan memilah sampah nonorganik untuk dijual.
Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan
melalui program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh Mercy
Corps Indonesia. Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif tanpa terlalu
banyak intervensi dari Mercy Corps Indonesia. Program berjalan dengan baik dan
dapat meningkatkan kualitas lingkungan kumuh di Penjaringan. Masyarakat di
Penjaringan sangat antusias untuk melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu
mampu mendaurlang sampah di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan
pekerjaan yang juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di
lingkungannya.
Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya
kualitas lingkungan permukiman masyarakat miskin adalah tidak dengan
menggusurnya. Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang
semakin akut dan pelik. Penggusuran atau sering diistilahkan sebagai peremajaan
kota adalah cara yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan.
Aktivitas hijau3seperti yang
dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan Kampung Toplang merupakan bukti kuat
bahwa masyarakat miskin mampu meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan
juga mengentaskan kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen
dalam komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya untuk digusur.
Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan pemukiman kumuh di
perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan bukanlah penggusuran.
Masalah Sosial Pendidikan :
Dari satu siaran press Institut Pertanian Bogor (IPB) yang saya baca waktu itu, Profesor Maman
Djauhari (dosen Mathematika, Intitut
Teknologi Bandung) mengatakan
dalam salah satu konferensi internasional di IPB bahwa dari sekitar 2500
perguruan tinggi di Indonesia hanya ada 8 perguruan tinggi yang memiliki
Jurusan atau Departemen Statistika. Wouw, kurang dari satu persen. Mungkinkah
ini salah satu penyebab lemahnya penelitian di Indonesia?
Sebenarnya apa sih yang terjadi, dan mengapa
sampai jurusan statistika kurang diminati? Bagaimana dampak kekurangan minat
pada bidang statistik ini dalam kehidupan masyarakat? Semua itu muncul dalam
benak saya sehabis membaca informasi dalam siaran press itu.
Teringat pada waktu kuliah dulu, ada seorang
mahasiswa yang tidak naik kelas di tahun kedua. Orang tua sang mahasiswa
menulis surat ke Rektor IPB yang dibacakan oleh beliau di depan kelas. Surat
itu pada dasarnya mempertanyakan mengenai anaknya. Katanya anak saya itu
pandai, kenapa dia tidak naik kelas? Kan “Statistik kerjanya hanya menghitung
angka, masak anak saya nggak mampu berhitung”. Masalah ini ditanggapi cukup
serius waktu itu, karena untuk meluruskan pandangan orang tentang Statistik.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pelajaran
Statistik adalah momok bagi mahasiswa. Tidak hanya di Indonesia di Amerika pun
sama saja, sehingga banyak yang menghindar untuk mengambil matakuliah Statistik
kalau memungkinkan. Hal ini bukan karena tingkat kesulitan dari mata
pelajaran Statistik itu sendiri tetapi “image” yang berkembang sebelumnya
sudah menakutkan. Pada waktu saya mengambil matakuliah Statistics Theory,
waktu pelajaran kepala 4000 an (untuk Undergraduate Senior, dan Master)
masih sekitar 15 orang per kelas mahasiswanya. Kelas 5000 an (untuk Master dan
PhD) turun menjadi sekitar 10, dan kelas 6000 an (khusus untuk PhD) hanya
tinggal 3 orang. Siapa yang mau mengambil kelas yang isinya hanya tiga orang,
belum lagi kalau dosennya galak? Tentunya kelas ini diambil hanya karena
diwajibkan. Untuk kelas-kelas Statistik Terapan jumlah mahasiswanya memang
sangat bervariasi karena ada semacam keharusan bagi mahasiswa PhD
Program di hampir semua jurusan untuk mengambil kelas Statistik Terapan.
Kelas-kelas teori biasanya didominasi oleh mahasiswa yang berasal dari Asia.
Terlihat sekali memang kalau orang-orang Amerika sendiri agak kurang berminat
pada jurusan ini. Jangan tanya bagaimana saya bisa menarik inference
seperti ini karena saya tidak bisa membuktikannya secara empirik.
Ilmu Statistik itu muncul sebenarnya karena
kita semua punya keterbatasan. Keterbatasan dalam arti waktu, biaya, sumber
daya manusia dll. Selain itu kalaupun kita tidak mempunyai keterbatasan dan
bisa melakukan sensus, ada populasi tertentu yang hampir tidak mungkin kita
hitung rata-ratanya. Contohnya, bagaimana kita menghitung rata-rata usia orang
Indonesia secara tepat. Setiap menit ada yang lahir dan ada yang meninggal,
setiap hari ada yang keluar dan ada yang masuk ke Indonesia, ada pula yang
tidak mau dirinya dihitung dst. Jadi hampir tidak mungkin kita bisa menghitung
rata-rata usia orang Indonesia secara tepat. Disinilah perlunya
statistik. Istilah-istilah seperti sample, survey, standard
error misalnya, semuanya memperlihatkan bagaimana dengan keterbatasan yang
ada kita bisa melakukan inferenceinference yang tepat pula.
Bagaimana memilih alat ini adalah suatu seni. yang mendekati kebenaran. Jadi
kalau dilihat statistik adalah suatu alat yang kalau digunakan untuk situasi
yang tepat akan menghasilkan
Mungkin ada contoh menarik yang sangat popular
di sini, sewaktu ada mahasisiwa yang mau meneliti mengenai kebiasaan minum
minuman keras dari kalangan mahasiswa secara umum. Mahasiswa tersebut
lalu mengambil samplenya di pintu library kampus Community
College di malam hari. Dia mengambil sample setiap orang yang keluar
dari library pada malam itu. Hasilnya bisa di duga akan sangat bias
karena sample yang diambil hanya dari pengunjung Community College
Library, tidak memasukkan mahasiswa dari regular 4 years College.
Karena penelitian dilakukan di malam hari, kemungkinan besar mahasiswanya
berusia lebih tua dari rata-rata mahasiswa regular dan biasanya sudah
mempunyai pekerjaan tetap. Dan yang paling penting secara umum mahasiswa yang
ke library pada malam hari kecil
Masalah Solsial Pengangguran :
Pengangguran dan Pengertiannya
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal
terutama yang menjadi pokok
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli.
permasalahan ekonomi makro. Pertama adalah masalah pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif
dan bukannya negatif. Kedua adalah masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan
juga berkaitan dengan kemampuan daya beli.
Inflasi mencerminkan stabilitas harga, semakin
rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya kecenderungan ke arah
stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak hanya berkaitan dengan
melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga sangat berkaitan dengan
purchasing power atau daya beli dari masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat
sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah
jika kenaikan harga dibarengi dengan kenaikan upah riil. Masalah ketiga adalah
pengangguran. Memang masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu
menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia.
Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan
besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya
jumlah penduduk. Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan karena faktor kelangkaan
modal untuk berinvestasi. Masalah pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi
di negara-negara berkembang namun juga dialami oleh negara-negara maju. Namun
masalah pengangguran di negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan
daripada di negara-negara berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang
surutnya business cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi,
masalah ledakan penduduk, ataupun masalah sosial politik di negara tersebut.
Bencana Alam Maret 9, 2010
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi
aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi,
tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat
kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam
bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang
dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana
dan daya tahan mereka[1]. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana
muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian,
aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa
ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni.
Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa
tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia.
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai
dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan
meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki
tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan
(vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika
manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster
resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan
infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani
tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut
rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan
ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Para ilmuwan Australia melakukan analisa di
Asia-Pasifik tentang kemungkinan akan terjadi gempa bumi, badai tropis,
tsunami dan letusan gunung berapi, dan memperkirakan jumlah korban yang luka
dan meninggal; hasilnya ditemukan metropolitan yang terletak di wilayah lereng
gunung Himalaya, China, Indonesia dan Filipina berpotensi menimbulkan korban
kematian lebih dari satu juta orang; di Indonesia rata-rata setiap 10 tahun,
Filipina setiap puluhan tahun mungkin akan terjadi letusan gunung berapi yang
akan berdampak pada beberapa ratus ribu orang. Pada daerah yang lokasinya
rendah seperti Bangladesh dan lainnya, diperkirakan akan porak poranda
akibat terjadi tsunami, banjir bandang dan badai tropis.
Laporan yang berdasarkan analisa dari data
bencana alam 400 tahun yang lalu digunakan untuk memperkirakan kemungkinan
terjadinya bencana alam pada masa depan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa
pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan kekurangan makanan akan mengakibatkan
kerusakan lebih besar akibat bencana alam. Studi tersebut mengatakan akan
menelan korban lebih dari 10.000 orang akibat bencana alam, sangat mungkin akan
terjadi beberapa kali setiap 10 tahun, selain itu juga mungkin akan terjadi
bencana alam skala besar yang berdampak pada lebih dari 1.000.000 orang.
Ilmuwan Simpson dari Geosains Australia
memaparkan bahwa pertumbuhan penduduk adalah penyebab utama hancurnya kawasan
Asia-Pasifik akibat bencana alam, karena begitu populasi bertambah, orang
mulai menetap pada daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditinggali, seperti
lereng curam yang rawan longsor, di pinggir sungai atau pantai yang setiap
beberapa tahun akan mengalami banjir.
Dari laporan peneliti Australia tersebut dapat
kita ambil kesimpulan bahwa bencana alam silih berganti datang, tidak mengenal
tempat dan waktu. Oleh karena itu kita harus mempunyai langkah antisipatif,
menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Seperti pepatah sedia payung
sebelum hujan, bahkan ketika pakai payung-pun terkadang masih kehujanan.
Hanya Tuhan yang tahu, dan hanya kepada-Nyalah
kami kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar